Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) yang
dikembangkan oleh PT PERTAMINA (Persero) bersama sama dengan FLIPMAS (Forum
Layanan Iptek bagi MASyarakat) merupakan program bina desa yang bertujuan untuk
meningkatkan IPM (Index Pembangunan Manusia) yang merupakan pengukuran capaian
pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai
ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar.
Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan
yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena
terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka
harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan
digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah.
Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya
beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata
besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan
pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak, sedangkan
komponen IPM adalah :
- Angka
Harapan Hidup adalah Angka Harapan Hidup
(AHH) pada waktu lahir merupakan rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat
ditempuh oleh seseorang selama hidup.
- Angka
Melek Huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca
dan menulis huruf latin dan atau huruf
lainnya.
- Rata-Rata
Lama Sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15
tahun keatas dalam menjalani pendidikan
formal.
- Pengeluaran
Riil per Kapita yang disesuaikan , UNDP mengukur standar hidup layak
menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) riil yang disesuaikan, sedangkan BPS
dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per
kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson.
Untuk itu dalam penentuan lokasi KEM
ditentukan oleh tingginya IPM suatu daerah , sehingga akan dipilih IPM terendah
dalam suatu propinsi, sehingga dapat dikatakan lokasi KEM terdapat di daerah
yang remote atau jauh dari perkotaan
NO
|
KEM / Desa
|
LOKASI
|
Flipmas Wilayah
|
Area
|
1
|
Tabadamai
|
Malut
|
GAMALAMA
|
Maluku
Papua
|
2
|
Ohoidertawun
|
Maltra
|
MANISE
|
3
|
Asinua Jaya
|
Sultra
|
BUMI ANOA
|
Sulawesi
|
4
|
Kalimporo
|
Sulsel
|
MAMMIRI
|
5
|
Musi
|
Sulut
|
MAPALUS
|
6
|
Utaurano
|
7
|
Lingga
|
Kalbar
|
EQUATOR
|
Kalimantan
|
8
|
Simorejo
|
Jatim
|
LEGOWO
|
Jatimbalinus
|
9
|
Bengkala
|
Bali
|
NGAYAH
|
10
|
Gumantar
|
NTB
|
SASAMBO
|
11
|
Bannae
|
NTT
|
HETFEN
|
12
|
Tapenpah
|
13
|
Nunmafo
|
14
|
Lakat
|
15
|
Rinbesihat
|
16
|
Sumlili
|
17
|
Nifuboke
|
18
|
Nusa
|
19
|
Karanganyar
|
Jateng
|
DIANMAS
|
JBT
|
20
|
Merden
|
21
|
Kepuhsari
|
22
|
Girimulyo
|
23
|
Ngawu
|
DIY
|
JAGADHITA
|
24
|
Tegalwangi
|
Banten
|
BADUY
|
JBB
|
25
|
Karangwangi
|
Jabar
|
SABILULUNGAN
|
26
|
Kota Niur
|
Bengkulu
|
RAFLESIA B
|
Sumbagsel
|
27
|
Pudak
|
Jambi
|
KAJANGLAKO
|
28
|
Karanganyar
|
Sumsel
|
SRIWIJAYA
|
29
|
Partungko
Naginjang
|
Sumut
|
MARTABE
|
Sumbagut
|
30
|
Sintuk
|
Sumbar
|
MINANGKABAU
|
31
|
Bantalan
|
Riau
|
BATOBO
|
32
|
Batu Bersurat
|
Proses awal pembangunan KEM adalah
Flipmas Indonesia (FI) melalui Flipmas Wilayah (FW) berkoordinasi dengan pemerintah
daerah setempat untuk mencari informasi dimana ada daerah yang IPM nya rendah
juga mencari informasi dimana ada lahan lahan yang marginal (tidak dapat
diolah) dengan luasan minimal 5 hektar (HA), kemudian dari pihak FW survey awal
ke lokasi tersebut apabila cocok akan berkoordinasi dengan pemerintah desa
setempat dan juga kepada para tokoh masyarakat atau tokoh adat desa tersebut
Awal program dibeberapa daerah banyak
yang menyangsikan keberhasilannya, betapa tidak lahan yang sengaja
ditelantarkan oleh pemiliknya karena tanahnya terlalu kurus sangat kurang unsur
hara atau tanah yang sudah beracun karena sudah berpuluh tahun menggunakan
pupuk kimia, tetapi dengan berjalannya waktu walau tidak semudah seperti
membalikkan telapak tangan perlahan tapi pasti tanah yang sebelumnya mati dan
tidak bisa diapa apakan menjadi lahan yang hijau dan menghasilkan
Tetapi proses dari tanah bekas pupuk
kima diganti dengan tanaman organic perlu proses pada musim tanam pertama belum
begitu bagus tetapi di program tanam berikutnya sudah menampakkan hasilnya dan
sehingga para petani desa tetangga banyak yang belajar untuk mengolah tanah
marginal menjadi tanah atau lahan produktif
Sehingga para masyarakat yang
sebelumnya mencari nafkah di kota kota besar tidak perlu lagi keluar kampung
atau desanya karena mereka sudah bisa mendapatkan penghasilan harian misalnya
sayur sayuran sehingga tidak perlu membeli lagi dan bisa menjualnya di pasar
juga ada penghasilan mingguan ,penghasilan bulanan dan penghasilan tahunan
berupa penjualan hasil kebun buah buahan selain bertani sayur mayur dan
perkebunan para kelompok petani juga beternak domba, sapi dan kerbau, dari
kotoran ternaknya para petani memanfaatkan menjadi pupuk kandang sebelumnya
juga diolah menjadi biogas sehingga para ibu memasak di rumahnya tidak membeli
gas atau minyak tanah sehingga dapat dikatakan para petani sudah mandiri secara
energy (oleh Priyo Dwi Rianto)